Indonesia merupakan Negara
kepulauan yang mempunyai pulau kurang lebih 17.508 dan mempunyai garis pantai
sepanjang 81.000 km. Sehingga dapat dikatakan bahwa daerah laut dan pesisirnya
mempunyai potensi yang cukup besar. Salah satu potensi yang ada di pesisir
Indonesia adalah mangrove. Inventarisasi luas hutan mangrove sangat diperlukan
untuk dilakukan sebagai kawasan pelestarian alam, dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, rekreasi dan menunjang budidaya
Didasarkan pada manfaat hutan
mangrove, diperlukan adanya perhatian khusus bagi komunitas hutan mangrove ini.
Salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi yang ada dan sekarang sudah
banyak digunakan yaitu teknologi penginderaan jauh dengan satelit. Informasi
yang didapat bisa kita kaji tutupan lahan hutan mangrove di suatu kawasan
pesisir. Pernginderaan jauh tidak lepas dari Sistem Informasi Geografis (SIG).
Penginderaan jauh adalah
pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat
yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek tersebut atau pengukuran
atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak
jauh. Penginderaan jauh telah mampu mengklasifikasikan hutan mangrove dengan
baik karena vegetasi mangrove memiliki karakter yang khas terhadap gelombang
elektromagnetik. Pemanfaatan data penginderaan jauh telah banyak digunakan
untuk kegiatan operasional seperti kegiatan Inventarisasi Hutan
Pemetaan mangrove menggunakan indeks
vegetasi NDVI untuk membedakan kerapatan mangrove dimana NDVI lebih cenderung
berhubungan dengan kerapatan kanopi daripada kerapatan tegakan. Kerapatan
mangrove dari indeks vegetasi NDVI ini telah digunakan untuk menilai kerusakan
mangrove dimana nilai indeks yang rendah dikategorikan dalam kategori mangrove
yang telah rusak. Indeks vegetasi sebenarnya masih bersifat umum, tidak khas
terhadap vegetasi mangrove, apalagi jika dibedakan vegetasi mangrove sejati (major
mangrove) dengan vegetasi mangrove ikutan (minor mangrove). Sehingga
penggunaan indeks ini tidak sesuai kenyataan di lapangan karena nilai NDVI rumput
bisa jadi lebih tinggi dari hutan dengan tutupan kanopi yang tidak serapat
vegetasi rumput.
Mangrove dapat dikenali dengan
baik secara visual pada komposit RGB 564 pada citra Landsat 8, sehingga indeks
diturunkan dari 2 kanal yang membedakan vegetasi mangrove yaitu kanal 6 dan 5, dimana
perbedaan nilai antara dua kanal tersebut tinggi pada obyek dengan vegetasi
mangrove dan rendah pada vegetasi non mangrove. Hal ini dikarenakan, pada
panjang gelombang SWIR, nilai reflektan akan lebih rendah pada kawasan tanah
yang lebih basah karena genangan pasang surut yang merupakan daerah tempat
hidup vegetasi mangrove. Perbedaan reflektan terlihat pada kanal 5, dimana pada
aerah mangrove memiliki nilai yang lebih rendah dibanding dengan daerah
bervegetasi yang bukan mangrove, sementara reflektan di kanal 4 yang berhubungan
dengan kandungan klorofil daun tidak banyak berbeda. Hal ini dikarenakan oleh
efek pasang surut pada daerah intertidal yang menjadikan karakter jenis tanah yang
khas yang mempengaruhi reflektran dari spektral komunitas tumbuh-tumbuhan
Indeks kerusakan mangrove
tersebut diformulasikan sebagai :
IM = (NIR – SWIR / NIR x SWIR)
x 10000.
Dimana IM adalah indeks mangrove
yang diusulkan, NIR adalah kanal sinar inframerah dekat yaitu kanal 5 pada
sensor LDCM dan SWIR adalah kanal inframerah pendek yaitu kanal 6 pada sensor
LDCM. Angka 10.000 merupakan faktor pengali agar nilai menjadi nilai indeks -1
(minus satu) sampai dengan 1 (satu) dan nilainya 10.000 karena data LDCM level
1T tersimpan dalam format 16 bit ( 0 - 65.535). Untuk aplikasi dengan data
lain, bisa jadi faktor pengali akan berbeda, seperti Landsat 7 dengan 8 bit (0
-255).